Oleh : Ahmad Amirul Sir
Saur
Marlina Manurung adalah peempuan berdarah Batak yang merupakan perintis dan
pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat terasing dan terpencil di Indonesia.
Sebagaimana perempuan Batak lainnya, ia biasa dipanggil Butet. Sosok Butet
Manurung menjadi terkenal setelah mendirikan Sokola Rimba pada tahun 2000.
Kontribusinya tak lagi dipandang sebelah mata, setelah mendapat penghargaan Ramon
Magsaysay Award pada tahun 2014 atas dedikasinya untuk anak-anak dari Suku anak
Dalam di pedalaman Jambi. Butet menuliskan pengalamannya ke dalam buku yang
terbit pada tahun 2007 yang berjudul “Sokola Rimba : Pengalaman Belajar Bersama
Orang Rimba” dan diadaptasi ke film dengan judul yang sama pada tahun 2013
dengan penggarap Riri Riza sebagai sutradara dan Brisia Nasution sebagai Butet
Manurung. Film ini diproduksi oleh Miles Films.
Tentu menjadi hal yang tidak mudah
bagi Butet Manurung untuk memulai semuanya. Kedatangannya pada salah satu
pemukiman suku Anak Dalam yang masih menggunakan koteka adalah hal baru bagi suku
itu sendiri. Aksara latin dan angka arab adalah hal yang asing bagi mereka.
Kehadiran Butet Manurung di tengah-tengah kehidupan suku Anak Dalam adalah sebuah
harapan bagi hutan Indonesia.
Kecintaannya pada hutan menjadi
prioritas utama dalam hidupnya. Sehingga, maraknya pembalakan liar menjadi
alasan bagi Butet Manurung untuk memulai program edukasi bagi suku Anak Dalam. Butet
Manurung memulai program edukasinya bagi anak-anak dari suku Anak Dalam dengan
mengajar berhitung dan membaca. Hal itu dia lakukan dengan harapan bahwa ketika
mereka bertemu dengan pembalak liar yang akan mengambil alih lahan mereka,
mereka bisa membuka kitab hukum. Selain itu, Butet juga berharap agar ketika
mereka pergi berjualan rotan di pasar, mereka tidak mudah ditipu oleh para
oknum yang tidak bertanggung jawab.
Ketidak setujuan para orang tua dari
suku Anak Dalam terhadap program ini merupakan hambatan tersendiri. Sehingga,
anak-anak perlu memberikan penjelasan terkait edukasi ini. Selain itu, sikap Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) Wanaraya, tempat Butet bekerja yang selalu
menunda-nunda program itu merupakan hambatan yang cukup besar. Hal ini dapat
dilihat dari permintaan bang Bahar (Rukman Rosadi) untuk menunda program
edukasi bagi suku Anak Dalam dengan dalih kekurangan anggaran.
Melihat kondisi saat ini yang masih
dibatasi oleh pandemi, membuat suku-suku yang tinggal di pedalaman Indonesia
semakin terisolasi dan tidak berpendidikan. Sehingga, keterjagaan hutan dari
pembalakan liar makin menurun. Maka kehadiran sosok pendidik bagi orang-orang
yang tinggal di pedalaman menjadi anugrah bagi mereka dan menjadipenyelamat
hutan Indonesia.
Indonesia masih sangat membutuhkan sosok-sosok layaknya
Butet Manurung yang rela mendidik suku-suku pedalaman dengan harapan bahwa
mereka adalah prajurit-prajurit penjaga kelestarian hutan Indonesia. Hal ini
juga menjadi solusi yang tepat untuk mengurangi jumlah titik panas di
hutan-hutan Indonesia yang semakin meningkat akhir-akhir ini. Dengan hadirnya
sosok pendidik di tengah-tengah kehidupan di tengah-tengah suku-suku pedalaman,
tak hanya memberikan manfaat edukatif bagi suku-suku tersebut, tapi juga bagi
keestarian hutan yang sangat kita cintai.
😮😮
BalasHapusWkwkwkw
HapusKapan update lagi sir?
HapusHmm
BalasHapusNdk tau sih
Soalnya lgi sibuk